Bekerja Aman di Zaman Serba Digital - dilipost.com
ADVERTISEMENT

Tuesday, 11 November 2025

Bekerja Aman di Zaman Serba Digital

Bekerja Aman di Zaman Serba Digital

 

Penulis: Muthi’ah Sahra Fadillah Patangke (Mahasiswa Program Magister K3 FKM Unhas)

DiliPost.com – Di tengah persaingan global dan perubahan industri yang semakin cepat, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak lagi sekadar urusan prosedur atau kepatuhan hukum. Ia telah menjadi ukuran kedewasaan organisasi dalam menempatkan manusia sebagai inti dari keberlanjutan. Kini, keberhasilan sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan oleh efisiensi produksi, tetapi juga oleh sejauh mana ia menjaga keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan para pekerjanya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan bidang ilmu dan praktik yang berfokus pada upaya melindungi pekerja dari risiko cedera, penyakit akibat kerja, serta dampak buruk lingkungan kerja terhadap kesejahteraan fisik dan mental. Menurut Indonesian Occupational Safety and Health Profile (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2022), K3 didefinisikan sebagai kondisi dan faktor yang memengaruhi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan tenaga kerja, baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Tujuan utama K3 adalah menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan produktif dengan menekan angka kecelakaan serta penyakit akibat kerja melalui pendekatan preventif dan sistem manajemen yang sistematis.

Dalam konteks industri modern, K3 tidak lagi dianggap sebagai beban administratif, tetapi sebagai bagian strategis dari keberlanjutan organisasi. Implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) berbasis Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) terbukti memberikan manfaat nyata, tidak hanya dalam mengurangi insiden kecelakaan, tetapi juga dalam meningkatkan kinerja perusahaan dan moral pekerja (Mulyawati, 2024). Penerapan OHSMS yang baik mencakup kebijakan, perencanaan risiko, pelaksanaan kontrol, pemantauan, serta evaluasi berkelanjutan yang terintegrasi dalam setiap proses kerja.

Namun, keberhasilan sistem manajemen K3 tidak hanya ditentukan oleh aspek teknis atau prosedural, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh budaya keselamatan (safety culture) dalam organisasi. Budaya keselamatan yang kuat menumbuhkan perilaku aman secara konsisten dan menurunkan angka kecelakaan kerja. Sebuah tinjauan sistematis oleh Zara, Md Nordin, dan Isha (2023) menegaskan bahwa faktor komunikasi keselamatan, kepemimpinan, dan partisipasi pekerja memiliki peran signifikan dalam memperkuat komitmen keselamatan di tempat kerja berisiko tinggi. Dengan kata lain, komunikasi yang terbuka antara manajemen dan pekerja menjadi fondasi terbentuknya budaya K3 yang berkelanjutan.

Selain aspek budaya, perkembangan teknologi turut mengubah wajah K3 secara drastis. Integrasi teknologi seperti Internet of Things (IoT), artificial intelligence (AI), dan sensor lingkungan telah menciptakan peluang baru dalam pengelolaan risiko kerja. Sistem pemantauan real-time memungkinkan identifikasi dini terhadap potensi bahaya dan meningkatkan kecepatan respons terhadap insiden (Zorzenon et al., 2025). Misalnya, penggunaan wearable sensor untuk memantau postur kerja, suhu, dan paparan bahan berbahaya kini menjadi praktik yang semakin umum dalam industri padat risiko. Namun demikian, pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan peningkatan kesadaran dan pelatihan pekerja agar tidak terjadi ketergantungan yang mengabaikan faktor manusia.

Dalam perspektif kesehatan kerja, perhatian terhadap kesehatan mental dan ergonomi juga semakin penting. Studi global menunjukkan bahwa stres kerja dan gangguan mental yang tidak tertangani dapat meningkatkan risiko kecelakaan serta menurunkan produktivitas (Strudwick et al., 2023). Oleh karena itu, organisasi modern diharapkan mengintegrasikan Employee Assistance Program (EAP), skrining kesehatan mental, dan desain ergonomis dalam kebijakan K3 mereka (Lancman, 2024). Pendekatan holistik ini tidak hanya menjaga keselamatan fisik, tetapi juga mendukung kesejahteraan psikologis pekerja, sejalan dengan paradigma total worker health.

Di Indonesia, penerapan K3 menghadapi tantangan yang cukup kompleks. Berdasarkan Profil K3 Indonesia 2022, tingkat kepatuhan terhadap penerapan sistem manajemen K3 masih bervariasi, terutama pada sektor informal dan usaha kecil-menengah (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2022). Faktor penyebabnya meliputi keterbatasan sumber daya, minimnya pelatihan, dan rendahnya kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja. Penelitian kualitatif oleh Kasi, Birana, dan Alim (2023) menemukan bahwa meskipun pengetahuan pekerja tentang bahaya kerja sudah cukup baik, penerapannya masih lemah karena belum terbentuk budaya keselamatan yang kuat serta kurangnya dukungan manajemen. Kondisi ini menunjukkan bahwa edukasi, pelatihan, dan kepemimpinan yang konsisten menjadi kunci untuk membangun budaya K3 yang berkelanjutan di Indonesia.

Penerapan K3 juga harus beradaptasi dengan konteks sosial dan ekonomi nasional. Strategi “copy-paste” dari negara maju tidak selalu efektif diterapkan di Indonesia tanpa penyesuaian budaya dan kondisi lokal. Pendekatan partisipatif yang melibatkan pekerja, serikat buruh, dan komunitas lokal menjadi penting untuk memastikan keberhasilan implementasi K3 di berbagai sektor, termasuk sektor informal seperti pertanian, perikanan, dan industri rumahan. Dengan demikian, K3 harus dilihat bukan hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi juga sebagai investasi sosial yang mendukung produktivitas nasional dan kesejahteraan tenaga kerja.

Secara keseluruhan, K3 merupakan disiplin multidimensional yang mencakup aspek teknis, manajerial, psikologis, dan sosial. Dalam pandangan akademik, keberhasilan K3 tidak hanya diukur dari rendahnya angka kecelakaan, tetapi juga dari sejauh mana organisasi mampu menanamkan nilai keselamatan sebagai bagian dari budaya kerja. Sebagaimana ditegaskan oleh Mixafenti et al. (2025), organisasi yang menempatkan K3 sebagai prioritas strategis terbukti memiliki kinerja korporasi yang lebih baik, loyalitas karyawan yang tinggi, dan citra publik yang positif. Dengan demikian, pengembangan dan implementasi K3 yang komprehensif bukan hanya memenuhi standar regulasi, melainkan menjadi bagian integral dari keberlanjutan organisasi di era global yang kompetitif.

K3 pada akhirnya bukan sekadar prosedur teknis, melainkan cerminan etika kerja sebuah bangsa dalam menghargai manusia dan kehidupan. Dalam dunia yang terus bergerak menuju otomatis dan efisiensi, keselamatan kerja adalah pengingat bahwa kemajuan sejati tidak hanya diukur dari hasil produksi, tetapi juga dari sejauh mana setiap pekerja pulang ke rumah dengan selamat, sehat, dan bahagia. (*)


Read other related articles

Also read other articles

© Copyright . dilipost.com | All Right Reserved

Develop by Micro IT .NET Technology